Selamat mencari

Sabtu

Tung Desem Waringin

Kata-katanya Memotivasi Banyak Orang

Tung Desem Waringin , akrab dipanggil Tung. Lahir di Solo, 22 Desember 1967, putra dari Tatang Sutikno yang memulai bisnis jual beli emas pada 1969. Dengan usaha ini ayah Tung Desem Waringin dapat menyekolahkan dan memberi makan dia dan saudara-saudaranya.

Pada masa sekolah, dia selalu menempati posisi buncit di kelasnya. Hal ini membuat dia menjadi pribadi yang pemalu dan gemetar jika harus berbicara di depan kelas. Tetapi dia tidak ingin selalu berada di zona degradasi dan mulai bergaul dengan siswa-siswa yang tergolong pintar di kelasnya. Usahanya membuahkan hasil, peringkatnya di kelas merangkak naik.

Usahanya yang keras untuk maju di jalur akademis , membuatnya dapat menyandang gelar sarjana hukum di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta pada tahun 1992. Setelah lulus, dia akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai orang kantoran di Bank BCA . Selama bekerja di Bank BCA seabrek prestasi telah didapatnya, salah satunya adalah sebagai cabang dengan hasil audit terbaik se-Indonesia.

Walau banyak prestasi yang Tung dapatkan di Bank BCA, jiwa petualangnya tergelitik untuk pindah ke Lippo Grup pada tahun 2000. Selama bekerja di sana, ayahnya sakit keras dan seluruh jerih payahnya bekerja di bank selama ini habis untuk membiayai rumah sakit ayahnya di Singapura. Pada akhirnya dia mengundurkan diri dari Lippo Grup karena tidak cocok dengan pemimpinnya.

Tung kemudian nekat mengikuti Seminar Anthony Robbins di Singapura, dengan biaya AS $ 10.000, hingga tanahnya yang di Malang ia jual. Dari situ ia memulai karier barunya, sebagai pembicara. Pekerjaan barunya sebagai pembicara membuka jalan baginya untuk menjalin kerjasama dengan motivator kelas dunia seperti : Anthony Robbins dan terpilih sebagai Exclusive Indonesia Anthony Robbins Authorized Consultant , menjadi Exclusive Indonesia Robert T. Kiyosaki Authorized Consultant.

Salah satu prestasinya yang dihadiahi rekor MURI adalah buku fenomenalnya “ Financial Revolution “ terjual 10.511 buku pada launchingnya di hari pertama. Prestasi lainnya adalah dinobatkanya Tung sebagai salah satu tokoh The Most Powerful People & Ideas in Business 2005 oleh Majalah SWA.

Inspirasi Kita…

Dalam hidupnya , Tung Desem Waringin berperan sebagai risk taker, seorang yang berani mengambil resiko . Tergambar dari jalan karirnya yang tidak terlena di tengah prestasi yang telah didapatnya. Dia memilih untuk nekat banting setir dari seorang pekerja kantoran dengan gaji yang pasti menjadi pembicara,sebuah profesi yang sedikit dilakoni orang Indonesia kebanyakan.



W.S. Rendra

Si Burung Merak yang Romantis dan Kritis

Willibrordus Surendra Broto Rendra, biasa dipanggil dengan W.S.Rendra. Seorang kelahiran Solo, Jawa Tengah , 7 November 1935 yang sudah memulai pemberontakkannya semenjak usia SD. Ayahnya, Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo merupakan penganut Katolik Roma yang cenderung otoriter. Rendra yang semenjak kecil sudah berpetualang dengan imajinasinya selalu dihalangi ayahnya karena cerita-ceritanya yang tidak rasional. Namun ibunya, Raden Ayu Cathrina Ismadillah, sungguh pengertian dan mengajarinya meditasi untuk meredam imajinasinya yang terlalu kuat.
Perseteruan dengan ayahnya kembali meletus setelah dia memutuskan untuk menjadi penyair dan meninggalkan cita-citanya untuk menjadi Jendral pada masa SMA-nya. Ayahnya yang marah membuatnya diskors selama 2 tahun dari sekolahnya. Namun 2 tahun skorsingnya dimanfaatkan untuk menulis sebuah naskah drama yang berjudul Orang - Orang di Tikungan Jalan . Naskah ini mendapatkan penghargaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Selulusnya SMA, dia mendalami sastra Barat di Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dan menghasilkan dua Antologi, Ballada Orang-orang Tercinta (1957) dan Empat Kumpulan Sajak ( 1961).
Pada masa muda,Rendra bisa disebut petualang cinta. Dengan tutur katanya yang lembut ditambah keahliannya di bidang sastra, mengantarkannya kepada jalinan cinta pertamanya pada kelas 1 SMP dengan anak kelas 3 SMP. Selama masa itu dia sudah berkali – kali bermain cinta. Hingga dia menemukan cinta sejatinya pada diri Sunarti Suwandi pada usianya yang ke 24, yang kemudian dinikahinya pada 31 Maret 1959.
Selulusnya dari Universitas Gajah Mada, Rendra mendalami seni drama di American Academy of Dramatical Arts, New York, selama empat tahun. Seusai studinya, dia kembali ke tanah air dan membangun Bengkel Teater di Yogyakarta dan Bekasi. Bengkel ini menjadi surga bagi para seniman, maupun para pemuda pencinta seni. Salah satu muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat,putri seorang bangsawan dari Keraton Yogyakarta. Rendra biasa memanggilnya Jeng Sito.
Pada akhirnya, Rendra meminang Sito yang seorang muslim. Hal ini ditentang olah ayah Sito, karena dia tidak ingin anaknya menikah dengan pemuda Katolik. Namun itu bukanlah halangan bagi dirinya, dia memilih untuk mengucapkan 2 kalimat syahadat di hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970.
Keputusan Rendra untuk menjadi seorang Mualaf , mendapatkan berbagai reaksi dari banyak pihak. Seperti pendapat di masuk Islam hanya untuk diperbolehkan berpoligami. Tudingan itu tidak dianggap serius oleh nya. Dia sebenarnya sudah tertarik kepada Islam sejak lama, dan Islam menjawab persoalan yang selama ini menghantuinya : kemerdekaan individual sepenuhnya.
Tudingan lain yang menyebutkan tentang kehidupannya yang poligami pada satu atap hanyalah untuk meningkatkan popularitasnya saja. Sehingga julukan si Burung Merak menjadi memilki makna ganda : bijaksana dan gagah maupun suka cari perhatian. Tapi lagi- lagi tudingan itu disambut ringan olehnya.
Pada masa 1970-an, karakter sastra Rendra beralih dari yang semula romantis dan lembut menjadi galak dan berani dalam menggambarkan titik – titik kehidupan. Karena pada masa itu kebebasan berbicara dibatasi, tetapi Rendra tetap vokal dalam mengkritik kalangan-kalangan elit pada masa itu. Aksinya ini tentu membuat elit politik geram dan berbuntut pencekalannya di Yogyakarta.
Kehidupan berkeluarganya mulai pecah semenjak dia menikah dengan istri ketiganya, Ken Zuraida. Semenjak lahirnya Maryam, anak kedua Rendra dengan Ken Zuraida, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979,dan disusul Sunarti tidak lama kemudian.
Pada Kamis 6 Agustus 2009, Rendra menutup usianya di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading Jakarta Utara. Ia meninggal karena menderita penyakit jantung koroner. Dimakamkan Jumat 7 Agustus 2009 di Tempat Pemakan Umum Bengkel Teater. Tidak jauh dari makam Mbah Surip, seniman yang meninggal beberapa hari lebih cepat darinya.
Sumber : Majalah Berita Mingguan GATRA

Inspirasi kita…

Pengekangan – pengekangan yang dialami W.S.Rendra semasa kecilnya membangkitkan jiwa pemberontak dalam dirinya yang memacu dirinya untuk lebih berkarya dan membuktikan kalau impian yang ingin diraihnya adalah masa depan yang terbaik.